Lubuklinggau Sumateraklik.com -Diduga demi meraih Laba yang besar. Bengkel Mitsubishi motors Lubuklinggau beroperasi ambur adul, tidak memiliki IPAL dan saluran pembuangan limbah jauh dari standar kesehatan dan tidak sesuai dengan aturan. Hal itu mendapat sorotan Poros Hiijau Indonesia(Pohi) Lubuklinggau, rabu(01/7).
Seiring dengan perkembangan penduduk yang mengacu pada meningkatnya volume kendaraan, melahirkan satu permasalahan yakni volume limbah oli bekas yang ikut melimpah. Ironisnya, masih ada pengusaha bengkel tidak memenuhi aturan terkait penanganan limbah tersebut.
Berdasarkan data DPMPTSP dan DLHK Lubuklinggau bengkel Mitsubishi motors Lubuklinggau tidak memiliki IPAL dan saluran pembuangan limbah jauh dari standar kesehatan lingkungan atau sesuai aturan. Bahkan, pembuangan akhir limbah oli bekas Mitsubishi Motors Lubuklinggau menyatu di kolam air limbah Hotel Burza.
Dinas Lingkungan Hidup Lubuklinggau telah mengintruksikan pihak bengkel untuk membenahi saluran pembuangan limbah yang sudah rusak yang menyebabkan oli Meluber dan membuat IPAL.
Koordinator Poros Hijau Lubuklinggau, Ilham Palesta, menyebut bahwa pelaku usaha di bumi Sebiduk Semare harus mengutamakan kesehatan lingkungan atau dampak lingkungan dari bisnisnya, sebab masih banyak ditemui pengusaha yang abai akan hal tersebut.
Ilham menyoroti kasus limbah di Mitsubishi Motors Lubuklinggau, seharusnya, lantai saluran pembuangan dilapisi beton, supaya jika ada tumpahan limbah oli bekas, tidak langsung menyerap ke tanah, jadi bisa merusak air tanah,. Sesuai dengan amdal, seharusnya tempat penampungan limbah oli bekas berpagar beton tinggi, termasuk juga lantainya dilapisi beton.
Menurutnya, limbah oli bekas sifatnya berbahaya, oleh sebab itu oli bekas memerlukan penanganan khusus untuk menghindari dampak buruk yang disebabkan oleh limbah ini.
“Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), oli bekas termasuk B3 dan dikelola tak sembarangan. Pengelola limbah ini biasanya ditunjuk oleh pemerintah kepada mereka yang memenuhi standar untuk mengelolanya dan di lengkapi Harus memiiki izin sebagai pengumpul atau transportir limbah B3 dari kementrian lingkungan hidup dan kehutanan,”tegas Ilham.
Dijelaskannya,limbah oli ini berbahaya karena dapat diklasifikasikan ke dalam bahan yang bersifat mudah meledak, pengoksidasi, mudah terbakar, beracun, korosif, menyebabkan iritasi, karsinogenik, teratogenik, dan mutagenik
Pemerintah wajib menghadirkan produk hukum yang mampu meminimalisir perusakan lingkungan yang diakibatkan limbah itu dan meninjau kembali izin AMDAL dan pengelolaan limbah B3
“Produk hukum adalah jawaban yang paling tepat dalam menjawab persoalan tersebut agar Perusahaan Bengkel maupun perorangan lebih tertip dalam membuang limbah oli bekas,”kata dia.
Didalam Pasal 104 UU PPLH, setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu
sehingga tidak membahayakan lingkungan.
Ilham juga mendesak kepada Pemerintah agar segera menindak tegas perusahaan yang bandel dan hanya memikirkan laba di bandingkan kesehatan masyarakat lain nya.
Sementara itu, Manager Mitsubishi Motors Lubuklinggau, Ardiansyah mengaku bahwa dari Sidak tim gabungan Pemkot Lubuklinggau pihaknya diberi waktu 30 hari untuk melengkapi kekurangan baik itu IPAL, saluran pembuangan limbah dan gudang B3.(NKO)