SUMSEL SK-Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan Lesty Nurainy mengumumkan seorang warga Palembang Positif Omicron. Menurut Lesty Omicron di Sumsel ini diketahui ada satu warga Palembang yang positif, berdasarkan riwayat perjalanan dari Jakarta, sabtu (5/2/2022).
Kasus omicron di Sumsel baru diketahui setelah sampel laboratorium keluar yang membutuhkan waktu dua minggu lebih.
Berbarengan dengan adanya kabar buruk tersebut, terdapat kegiatan Festival Sungai Sekanak Lambidaro yang diselenggarakan di Jalan Radial Kelurahan 24 Ilir Kecamatan Bukit Kecil Palembang ini. Ribuan masyarakat Kota Palembang tumpah ruah hadir di event tersebut.
Parahnya ditengah naik kembalinya Kota Palembang statusnya menjadi level 2 tak mengurungkan niat warga karena tidak ketatnya protokol kesehatan (prokes) untuk menjaga jarak apalagi untuk menggunakan masker. Diketahui, warga juga terlalu antusias dengan destinasi wisata dan pertunjukan seni, serta stand pameran yang di tampilkan oleh Event Organizer (EO) Soundtrack Indonesia, yang didukung juga oleh pihak Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Sumatera VIII. Alhasil, event tersebut harus di evaluasi karena dalam penyelenggaraannya menyebabkan adanya kerumunan tanpa protokol kesehatan yang ketat untuk mengantisipasi penyebaran virus covid-19.
Menurut Toni Siahaan, Ketua Dewan Pembina Perkumpulan Anak Bangsa Sumatera Selatan (PAB-SS), dalam situasi pemerintah pusat untuk mengantisipasi penyebaran virus Omicron, seharusnya Pemerintah Kota Palembang menunda kegiatan yang mengundang adanya kerumunan.
“Pemerintah Kota Palembang terkesan abai terhadap adanya situasi kenaikan Omicron secara nasional. Menjadi percuma ketika pemerintah pusat melakukan antisipasi penyebaran kenaikan Omicron, di level daerah malah melakukan kegiatan yang mengundang kerumunan massa,” ungkap Toni.
Dijelaskan juga oleh Alumni Unsri ini, bahwa salah satu permasalahan krusial yang dihadapi di Kota Palembang saat ini adalah soal pembangunan dan berbagai rentetan penyebab banjir dan kerusakan lingkungan yang terjadi di Palembang dalam beberapa waktu terakhir.
“Rencana pembangunan Kantor Gubernur, dilakukan dengan melakukan penimbunan rawa di Keramasan. Sama saja dengan menutup daerah resapan air, karena saat hujan deras debit air akan meluap dan diperburuk dengan drainase kota yang tidak optimal, maka seperti yang kita rasakan terjadi banjir besar di hampir seluruh Palembang,” terang Toni.
Toni menyarankan agar Pemerintah Kota Palembang fokus saja pada normalisasi anak sungai yang sudah banyak mengalami penyempitan dan pendangkalan. Pengetatan ijin pembangunan dimana tata pola pembangunan harus memperhatikan aspek ekologi, dan tidak sembarangan melakukan penimbunan terhadap daerah-daerah penyangga resapan air.
“Akibat lalai dan abai nya Pemerintah Palembang, bahkan WALHI Sumsel akan melakukan gugatan kepada Pemerintah Kota Palembang, dan PAB-SS akan mendukung apa yang dilakukan Walhi Sumsel tersebut. Agar kedepannya Pemerintah Kota Palembang tidak abai dan lalai terhadap pemenuhan hak-hak masyarakat Palembang,” tegasnya.
Terkait adanya proyeksi Dinas PUPR Kota Palembang yang membutuhkan 41 pintu air untuk dipasang di setiap aliran anak sungai yang bermuara ke Sungai Musi, Toni menilai program tersebut termasuk baik, hanya perlu diprogramkan juga untuk dilakukan optimalisasi dan normalisasi anak sungai musi tersebut.
Menurut dia dalam pantauannya banyak anak sungai yang sudah mengalami penyempitan dan pendangkalan, bahkan beberapa anak sungai sudah tertutup dan hilang fungsi anak sungai nya. “Saat Sungai Musi sedang pasang, fungsi anak sungai mengalirkan air menuju kolam-kolam retensi dan daerah resapan air. Ketika di bendung malah dikhawatirkan air pasang Sungai Musi meluap ke segala arah. Fungsi anak sungai itulah yang mengalirkan luapan pasang Sungai Musi ke kolam-kolam retensi dan daerah resapan air.
Saya pikir banyak ahli pengelolaan air yang faham terkait hal tersebut, tinggal apakah ada itikad baik dari Pemerintah Kota Palembang untuk benar-benar membenahi kondisi kota ini atau tidak. Minimal meminimalisir wilayah banjir di Ibukota Sumatera Selatan ini,” jelas Toni.
Toni menyayangkan usulan terkait anggaran pengendalian banjir tidak kepada membangun pintu air, tetapi justru terjebak menjadi destinasi wisata.
“Destinasi Wisata Lambidaro itu memakan dana yang tidak sedikit. Kenapa tidak pada pembangunan pintu air saja, untuk itu sebaiknya Pemerintah Kota Palembang berpikir ulang terkait penambahan anggaran revitalisasi lambidaro tersebut,” pungkasnya.