KISRUH Proyek Seismik 3D Chrysant PT Pertamina yang dilakukan oleh kontraktor PT. Bureau Geophysical Prospecting (BGP) kembali terjadi di Kota Prabumulih. Beberapa warga dari Patihgalung dan Anak Petai mendatangi kantor Pertamina Asset 2 Prabumulih (16/02). kedatangan warga diterima oleh Nursela selaku Humas Pertamina dan Saipul selaku Pengamanan Pertamina.
Warga yang datang berkeluh kesah dan meminta agar ganti rugi terhadap rumah warga yang rusak akibat proyek seismik BGP untuk diberikan secara rasional. “Ada warga di Payuputat terhadap kompensasi kerusakan rumah yang dalam form ganti rugi dinilai dengan harga kompensasi sebesar Rp4,5juta, tetapi BGP merealisasikan ganti ruginya hanya Rp700ribu, yo jelas warga menolak Pak, karena ganti rugi yang diberikan BGP sangat tidak masuk diakal,” keluh Dedy Hidayat warga Patihgalung.
Dedy meminta agar pihak Pertamina di Prabumulih untuk dapat melaporkan permasalahan ini ke Pertamina Pusat, karena untuk pertemuan hari ini pun pihak BGP tidak datang dengan alasan sakit. “Jangankan untuk dapat berkomunikasi menyelesaikan masalah kami ini, pertemuan ini pun mereka banyak alasan nya untuk tidak bisa hadir, kenapa ketika pembayaran lahan warga, bisa ada yg menerima melebihi nilai pergup yg dlakukan oleh pihak BGP sedangkan kami menuntut hak yg sama tapi belum ada tanggapan dr pihak BGP” ungkap Dedy
Nursela dan Saipul yang menerima kedatangan warga menjelaskan bahwa mereka tidak memiliki kewenangan untuk turut campur dalam proyek seismik yang dilakukan PT. BGP, karena kontrak kerja proyek tersebut dilakukan oleh Pertamina Pusat. “Kami tidak memiliki kewenangan untuk memberikan pendapat terkait masalah proyek tersebut, yang pasti kami akan laporkan adanya pertemuan ini kepada pihak atasan,” jelas Saipul
Suasana pertemuan masyarakat dengan Pertamina Asset 2 Prabumulih
Arthur Kaunang, warga Anak Petai berkomentar bahwa jika masalah ini berlarut-larut dan tidak selesai, maka warga akan melakukan gugatan kepada BGP dan Pertamina. “Kami akan menggugat pihak BGP dan Pertamina ke pengadilan, dan akan kami adukan ke DPR-RI untuk selanjutnya masalah ini kami serahkan ke kuasa hukum kami apabila masalah ini tidak ada kepastian dari pihak BGP maupun Pertamina,” tegas Arthur.
Terpisah, Ketua Dewan Pembina Perkumpulan Anak Bangsa Sumatera Selatan (PAB-Sumsel) R Toni Siahaan berpendapat bahwa BGP selaku kontraktor seismik Pertamina patut diduga telah melakukan penipuan kepada warga yang terdampak dari proyek seismik. Timbulnya kekisruhan ini dikarenakan apa yang dijanjikan oleh BGP tidak sesuai dengan apa yang direalisasikan.
“BGP patut diduga melakukan upaya penipuan kepada masyarakat Prabumulih, karena nilai kompensasi yang diberikan kepada masyarakat yang terdampak sangat kecil dari yang diharapkan masyarakat dan yang dinyatakan oleh pihak BGP. Buktinya apa? Buktinya banyak masyarakat yang kecewa dan tidak menerima nilai ganti rugi yang ditawarkan BGP karena sangat kecil dari taksiran penilaian. Pertamina juga tidak boleh lepas tangan terkait masalah ini, karena ini menyangkut reputasi BUMN yang sudah skala internasional. Tidak bisa serta merta hanya melemparkan masalah bahwa itu adalah urusan BGP, karena Pertamina itu User dari proyek seismik tersebut,” terang pria yang juga menjabat sebagai Deputi Penindakan K-MAKI ini.
Lanjut aktivis ‘98 dari FMKR ini, sebelum kick-off kegiatan proyek seismik tersebut, Pertamina butuh surat dukungan dari Kepala Daerah Kabupaten/Kota di wilayah proyek tersebut. “Yang saya ketahui ada Surat Dukungan Kegiatan Survei Seismik 3D Chrysant dari Walikota Prabumulih tertanggal 7 Juli 2020 yang ditujukan kepada Exploration Operation Manager PT. Pertamina EP di Jakarta, ada tertulis dalam surat dukungan tersebut selanjutnya apabila kegiatan tersebut berdampak terhadap kerusakan lingkungan dan bangunan disekitarnya, selama kurun waktu 1 (satu) tahun menjadi tanggung jawab PT. Pertamina. Kemudian Surat Dukungan Kegiatan Survei Seismik 3D Chrysant dari Plt Bupati Muara Enim H Juarsah, SH tertanggal 25 Agustus 2020 yang ditujukan kepada Exploration Operation Manager PT. Pertamina EP di Jakarta, salah satu point dalam surat dukungan tersebut segala dampak yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan terhadap fasilitas umum maupun dampak lainnya terhadap warga/masyarakat sekitar kegiatan menjadi tanggung jawab pelaksana dalam hal ini SKK Migas – PT. Pertamina EP. Jadi tidak bisa Pertamina lepas tangan,” tegas Toni.
Masih dijelaskan Toni bahwa PAB-Sumsel telah melakukan advokasi dengan masyarakat terhadap kasus ini, dan dirinya berpendapat agar masyarakat yang dirugikan dari dampak seismik ini untuk melakukan upaya gugatan Langkah-langkah tersebut untuk masyarakat melakukan gugatan kepada 1. PT.BGP, 2. PT. Pertamina, 3. Kementerian BUMN, dan 4. Presiden Republik Indonesia. Salah satu upaya tersebut dilakukan agar tidak ada lagi pihak masyarakat yang dirugikan terhadap adanya proyek, terlebih proyek tersebut informasinya merupakan proyek strategis nasional (PSN).
“Justru jika proyek itu adalah PSN yang bersinggungan dengan masyarakat, maka harapannya adalah membawa keuntungan untuk masyarakat, bukan malah merugikan masyarakat. Pertamina jangan hanya menerima hasil dari seismik berupa data saja, tapi juga dampak dari seismik tersebut seperti apa penyelesaiannya, karena proyek seismik di Kota Prabumulih berbeda dengan 2 kabupaten yang termasuk di proyek yang sama. Seismik di Prabumulih banyak berada di pemukiman warga, dan itu hendaknya sudah diperhitungkan dengan matang, konsekuensi dari dampak seismik terhadap rumah-rumah warga,” terang Toni.
Toni menilai bahwa secara keseluruhan bahwa proyek seismik BGP di 2 Kabupaten dan 1 Kota itu termasuk gagal. Gagal dalam memberikan kenyamanan dan kepuasan masyarakat selaku tuan rumah, dan gagal memberikan kesan baik terhadap proyek skala besar dari perusahaan BUMN yang besar. Kami juga mendesak agar kepala daerah jangan mengeluarkan surat telah selesainya proyek seismik tersebut, karena mereka (BGP) belum menyelesaikan kewajiban kompensasi kepada masyarakat terdampak” pungkasnya.