PALEMBANG-SK. Hutan Harapan dengan luas 98.555 hektar adalah perintis pertama Restorasi Ekosistem di Indonesia dengan tujuan memulihkan dan melestarikan hutan dataran rendah tersisa di Sumatera yang bernilai konservasi tinggi dan penting secara ekologis. Melalui kegiatan restorasi ekosistem, hutan alam produksi di Hutan Harapan diharapkan dapat meningkatkan nilai produksi hutan dan bentang alamnya, sebagai penyeimbang ekosistem, berkontribusi pada pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat.
PT. Restorasi Ekosistem Indonesia (PT REKI) adalah pemegang sah konsesi Restorasi Ekosistem seluas 98.555 Ha yang terletak di Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan izin Kemenhut No. SK.293/MENHUT-II/2007 dan di Provinsi Jambi dengan izin Kemenhut No. SK. 327/MENHUT-II/2010.
Menurut penjelasan Toni Siahaan, S.TP Ketua Dewan Pembina Perkumpulan Anak Bangsa Sumatera Selatan (PAB-Sumsel) dalam pernyataannya, bahwa dalam konsesi PT. REKI tersebut, PT Marga Bara Jaya (MBJ) yang mengajukan usulan pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) untuk di bangun jalan angkut batubara memotong area konsesi PT. REKI.
PT. MBJ yang telah mendapatkan IPPKH dari Menteri Lingkungan Hidup & Kehutanan (LHK) dengan Nomor SK. 816/2019 tertanggal 17 Oktober 2019. Sesuai dengan pasal 41 ayat (2) Permen LHK Nomor 27 tahun 2018 tentang Pedoman Pinjam Pakai kawasan Hutan sebagaimana telah diubah dengan Permen LHK Nomor 7 tahun 2019. Direktur Jendral Planalogi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) atas nama Menteri LHK tertanggal 15 Oktober 2020 telah menetapkan areal kerja IPPKH dengan Nomor SK 5663/2020, yang menjadikan IPPKH tersebut mulai berlaku efektif dan PT MBJ dapat menjalankan kegiatan lapangan untuk melakukan penebangan pohon dalam rangka pembukaan lahan, pembangunan dan memanfaatkan jalan angkut batubara.
“Disamping telah efektif dan mulainya kegiatan lapangan di atas, terdapat beberapa poin dalam keputusan MenLHK Nomor SK 816/2019 dan pasal 42 PermenLHK Nomor 27/2018 tentang pedoman pinjam pakai kawasan hutan yang telah diubah dengan PermenLHK Nomor 7/2019 bahwa PT MBJ memiliki enam belas (16) kewajiban yang harus dilakukan, diantara adalah melaksanakan inventarisasi tegakan sesuai dengan areal kerja dan mengganti biaya investasipengelolaan/ pemanfaatan hutan kepada pemegang izin pemanfaatan hutan, dalam hal ini penggantian biaya investasi pengelolaan/pemanfaatan hutan salah satunya kepada PT REKI. Harus dilaksanakan dahulu kewajiban PT. MBJ terhadap kewajiban sebagai pemegang IPPKH, dan publik harus diinformasikan untuk hal tersebut,” tegas pria yang merupakan aktivis ’98 dari FMKR ini.
Alumni Universitas Sriwijaya ini juga menjelaskan, terkadang terkait kewajiban yang sudah diatur oleh pemerintah selalu dianggap sepele oleh manajemen perusahaan. “Diduga selalu diselesaikan dibawah meja, ada kongkalikong antara perusahaan dengan oknum di KLHK, sehingga satu sisi publik tidak mendapatkan informasi yang jelas terkait sejauh mana perusahaan yang mendapatkan ijin pinjam pakai kawasan hutan sudah terpenuhi kewajibannya, sedangkan disisi lain aktifitas perusahaan dilapangan tetap dilakukan. Pemerintah harus tegas! sebelum terpenuhinya kewajiban perusahaan, maka perusahan jangan melakukan aktivitas terlebih dahulu, dan publik harus diinformasikan karena kegiatan perusahaan pasti menyentuh aspek sosial budaya dan kemasyarakatan,” tegas Toni.
A Haris Alamsyah,SP selaku Direktur Sumsel Budget Center (SBC) turut menjelaskan, jika ditelisik di lokasi yang umumnya disebut trace IPPKH PT MBJ di dalam Hutan Harapan konsesi PT. REKI dan sekitarnya, bahwa dari Juli 2021 hingga akhir tahun 2021 PT MBJ bersama timnya dengan juga mengajak beberapa masyarakat lokal desa telah mulai melakukan pendataan dan penandaan kiri-kanan jalur trace IPPKH lahan yang akan dibuka.
Dari hasil penandaan jalur trace tersebut, kemungkinan selanjutnya akan menjadi acuan PT MBJ dalam melakukan inventarisasi tegakan sebagai basis menjalankan salah satu kewajibannya di atas sebelum melakukan penebangan pohon dan pembukaan lahan untuk jalan angkut batubara tersebut. Aktivitas tersebut biasanya disebut Timber Cruising.
“Pemberian IPPKH ke PT MBJ akan tidak sejalan dengan prinsip restorasi ekosistem, kebijakan pemerintah dalam pemenuhan National Determined Contribution (NDC), Komitmen Paris Agreement dan penurunan laju deforestasi. Penerbitan IPPKH PT MBJ melalui Keputusan Menteri KLHK No.816/2019 untuk jalan tambang seluas 421,4 Ha termasuk melalui Hutan Harapan seluas 221 Ha, akan mengubah tutupan hutan secara langsung 221 Ha, dan secara tidak langsung 3,237 Ha menjadi non-hutan,” ungkap Haris.
Selain itu menurut Haris, jalan angkut tambang akan menyebabkan fragmentasi habitat, menghilangkan keanekaragaman hayati di atas dan sumber kehidupan masyarakat Adat Batin Sembilan, dan merusak rotasi perpindahan satwa liar, termasuk spesies yang dilindungi, dan berpotensi menyebabkan konflik
satwa dan manusia.
“Jalan angkut tambang akan membuka akses pendatang, menyebabkan kerusakan
hutan lebih lanjut, Karhutla (kasus jalan koridor di Taman Nasional Tesso Nilo, Riau). Akan menimbulkan kerugian negara dari kehilangan kayu di sepanjang jalan angkut tambang 35-38 KM
dengan Lebar 60 M pada areal seluas 221 ha dengan volume kayu 152.879 M3 (D>20cm Up), dan hutan di bawah rute IPPKH PT MBJ wilayah selatan seluas 3.237 Ha dengan volume kayu sekitar 5.115.539 M3,” jelas Haris.
M. Faturahman,S.Si dari Qaweh Institute turut menjelaskan, adanya jalan akses batubara dikawasan hutan harapan akan berpotensi merusak sumberdaya kehidupan dan benteng budaya terakhir bagi 250 keluarga Batin Sembilan. Jika Hutan Harapan rusak sama artinya merusak tatanan kehidupan sosial dan budaya masyarakat Adat Batin Sembilan. Kehilangan sumberdaya hutan dan sumber ekonomi bagi 550 KK masyarakat Melayu di desa Sako Suban dan Pagar Desa.
“Akan terjadi konflik horizontal, baik di antara sesama Batin Sembilan, masyarakat lokal Melayu dengan pendatang karena berebut lahan akibat terbukanya akses. Membuka akses illegal logging dan perambahan baru sehingga mengancam kebakaran lahan dan hutan,” jelas Fatur.
Fatur memastikan bahwa dengan adanya jalan angkut batubara tersebut, maka akan merusak ekosistem yang tengah dipulihkan, meningkatkan potensi terjadi deforestasi dan fragmentasi
kawasan hutan hingga menimbulkan kerawanan kebakaran hutan dan lahan. “Menyebabkan polusi, kebisingan hilir mudik truk angkut batubara dengan muatan 30-20 ton, yang diprediksi 400 truk per hari, sehingga pergerakan satwa liar termasuk yang terancam punah menjadi terganggu. Membuka akses masyarakat untuk melakukan kegiatan illegal (perburuan satwa, perambahan, illegal logging dan kegiatan lainnya) yang akhirnya menimbulkan konflik manusia dan satwa. Hutan Harapan merupakan hulu dari sejumlah anak sungai yang menghilir ke Sungai Musi. Jika kawasan resapan air ini terganggu, maka dapat mengancam sejumlah sungai yang merupakan salah satu sumber utama penghidupan masyarakat di kedua provinsi,” kata Fatur.
Maka memandang dinamika yang terjadi tersebut, ketiga aktivis penggiat anti korupsi dan lingkungan hidup ini menyatakan bahwa mereka akan terus mengkritisi dan menindaklanjuti temuan-temuan yang ada tersebut kepada pihak yang berwenang dan terkait, terhadap keberadaan jalan angkut batubara PT MBJ tersebut.