SUMSEL.SK.Desas-desus kehadiran mafia tambang dalam aktivitas pertambangan yang merusak lingkungan di Sumsel terungkap dalam rencana pertemuan antara organisasi lingkungan Kawali Sumsel dan Komisi IV DPRD Sumsel.
Dalam keterangan pers yang diterima redaksi mengenai pernyataan sikap Kawali Sumsel pada Senin (13/6), terdapat oknum yang berada di PT Lematang Coal Lestari berinisial S yang disinyalir memiliki tugas ‘penting’ untuk menjaga perusahaan tetap beroperasi ditengah sanksi.
Oknum ini diketahui dekat dengan sejumlah pejabat dan menggunakan cara tertentu untuk menyelesaikan permasalahan. Tidak hanya dengan uang, tetapi juga dengan memberikan pekerjaan, atau mengatur dan mengarahkan pengadaan terkait kebutuhan perusahaan.
Untuk diketahui, PT Lematang Coal Lestari merupakan kontraktor dari PT Musi Prima Coal, pemegang IUP di kawasan Desa Gunung Raja, Kecamatan Empat Petulai Dangku, Kabupaten Muara Enim. Perusahaan ini, menyuplai batubara untuk pembangkit listrik PT GHEMMI.
Praktik-praktik seperti inilah, yang menurut Ketua Kawali Sumsel Chandra Anugerah menjadi wujud politik sandera yang dilakukan oleh perusahaan tambang untuk menutupi pelanggaran ataupun menghindari tanggung jawab mereka.
“Terutama terhadap lingkungan dan kesejahteraan masyarakat,” ujar Chandra. Sehingga, pihaknya mendorong Komisi IV DPRD Sumsel untuk segera menindaklanjuti hal ini melalui pemanggilan, klarifikasi, bahkan tinjauan langsung ke lapangan untuk melihat kondisi yang ada.
“Kami berharap semua pihak, rekan aktivis dan organisasi lingkungan, pemangku kebijakan dan wakil rakyat terus bersinergi untuk mengawal ini. Kami juga berharap dukungan masyarakat untuk bisa terus konsisten mengawal isu ini,”kata Chandra.
Sebelumnya, Kawali Sumsel juga telah menyampaikan tuntutan yang sama atas apa yang dilakukan oleh PT Musi Prima Coal dan PT Lematang Coal Lestari ini, dalam aksi massa di DPRD Sumsel pada 27 Mei 2022.
Isu mafia tambang di Sumsel ini telah lama berkembang. Bahkan tidak hanya untuk mengamankan perusahaan dari pelanggaran, tetapi juga dari investor lain yang masuk sebagai kompetitor usaha.
Secara tegas, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Mohammad Faisal pada awal Mei lalu menybut kehadiran mafia tambang ini justru semakin terlihat sebagai shadow government (pemerintahan bayangan).
Mereka dalam titik tertentu mampu mengatur kebijakan dengan melibatkan pejabat dan memegang aparat penegak hukum. “(Berada) di luar pemerintahan, tapi memiliki pengaruh dari sisi kemampuan modal capital mereka di daerah-daerah ini,” katanya.
Kehadiran mafia tambang di Sumsel kemudian kembali ditegaskan oleh Aktivis HAM dan pegiat lingkungan Harris Azhar. Dalam sebuah diskusi yang digagas oleh RMOLSumsel Research and Development, dia mengaku tahu siapa saja ‘pemain’ tersebut.
Sebab menurutnya, Sumsel memiliki sumber daya dan cadangan batubara yang potensial, salah satu yang terbesar di Indonesia.
“Kita harus berani menunjuk penjahat yang melakukan kerusakan lingkungan dan berani menunjuk mereka yang berlagak bodoh itu. Bukan hanya sekedar melakukan pendataan seputar angka-angka (kerugian), tapi menemukan siapa yang mengakibatkan masalah ini terus terjadi (untuk bertanggung jawab),” jelas Harris.
Dalam kesempatan yang sama saat itu, pada 5 Juni 2022, Ketua Komisi IV DPRD Sumsel, Ir Holda Msi mengatakan pihaknya siap bersinergi dengan aktivis lingkungan, atau pihak manapun terkait dengan tugas dan fungsi serta wewenangnya sebagai wakil rakyat.
“Kalau ada hal-hal yang berada di luar pengawasan DPRD bisa dijangkau oleh masyarakat luas, aktivis lingkungan dan bahkan media, kita sangat terbuka untuk bersinergi, sesuai dengan tujuan bersama untuk membangun Sumsel yang maju untuk semua,” tukasnya. (rilis)